Pendidikan Anti Korupsi – Pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah, menanamkan pengetahuan nilai-nilai hak dan kewajiban warga negara agar apapun yang dikerjakannya tidak melenceng dari kaidah yang berlaku. Dengan pendidikan yang bermuatan nilai-nilai kewarganegaraan dapat dikaitkan dengan pendidikan anti korupsi. Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu yang sangat penting dalam pendidikan saat ini. Sebab melalui pendidikan ini dapat diajarkan pentingnya hidup bernegara dengan mentaati hak dan kewajiban sesama warga negara.
Sesuai dengan pendidikan menurut Henry Rendall Waite, Soedijarto, Merphin Panjaitan, dan Kerr. Dalam memperoleh informasi peserta didik dapat mencari berbagai infomasi untuk menyelesaikan masalah ataupun untuk belajar. Oleh karena itu, pendidik dapat menjadi pengarah dalam mengambil dan menyortir berbagai informasi untuk membekali peserta didik.
Pengambilan informasi tentang kewarganegaraan ini sangat penting dilakukan sejak dini agar peserta didik dapat mengerti dan mengikuti alur pendidikan yang dijalani. Hakekat pendidikan kewarganegaraan tidak jauh berbeda dari pendidikan anti korupsi. Tanpa pendidikan kewarganegaraan maka pendidikan anti korupsi tidak akan berjalan semestinya. Pendidikan anti korupsi adalah sebagai pendukung pendidikan kewarganegaraan agar dapat memberikan pengetahuan dan membantu dalam pencegahan tindak korupsi.
Dalam Kurikulum Depdiknas (2003:2) bahwa kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter. Hal itu merupakan cita-cita bangsa yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan kewarganegaraan berpusat pada peserta didik dalam mengajarkan hak serta kewajiban yang orang lain. Selain itu, mengajarkan kepedulian terhadap bangsa dan negara dengan pembelajaran yang mudah untuk dipahami. Hal ini sesuai dengan pendidikan anti korupsi yang juga mengacu pada kepedulian terhadap bangsa dan negara. Sebab korupsi merupakan tindakan yang merugikan bagi bangsa dan negara.
Pendidikan kewarganegaraan secara formal sama seperti pendidikan bidang lain yang diajarkan dibangku sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah SMP-SMA dan yang sederajat. Namun pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menjadi pendidikan formal di sekolah-sekolah saja. Agar diterima secara baik oleh warga dalam suatu masyarkat, seperti norma-norma yang berlaku di masyarakat. Semakin kuat pendidikan kewarganegaraan maka dapat dipastikan bahwa sikap-sikap jujur, taat hukum akan terus berjalan. Dengan demikian perilaku korupsi tidak akan muncul.
Tujuan pendidikan kewarganegaran yaitu mewujudkan warga negara yang sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri serta moral bangsa dalam perikehidupan bangsa (Kastirah, 2015).
Prinsip-prinsip ketika memperlajari pendidikan kewarganegaraan adalah (a) beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (b) berbudi pekerti yang luhur, sebagai warga yang bertanggung jawab, berbangsa dan bernegara (c) bersifat rasional dan sadar akan kewajiban dan hak sebagai warga negara Indonesia. Prinsip-prinsip ini diharapkan menjadi sosiokultural masyarakat Indonesia.
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan anti korupsi juga terkait dengan prinsip-prinsip tersebut dalam pendidikan kewarganegaraan. Sosiokultural terjadi banyak dipengaruhi adanya sikap-sikap masyarakat. Adanya sikap korupsi juga tergantung oleh adanya pengaruh dari lingkungan lingkungan sosial.
Norma atau aturan yang mengikat dan mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat yang diyakini sangat berpengaruh di suatu lingkungan tertentu. Adanya norma tertentu kadang menjadi alasan suatu desa atau daerah menjadi “menakutkan”. Namun belum tentu benar jika ditelusuri lebih lanjut. Dalam pelaksanaan norma dapat menjadi ukuran ataupun kaidah yang akan dianut oleh seseorang yang meyakininya ataupun mentaatinya. Fungsinya untuk mengatur manusia agar menjadi manusia yang lebih baik akhlak maupun tingkah lakunya. Contoh yang sangat umum yaitu, (a) norma susila, (b) norma kesopanan, (c) kejujuran dan lain sebaginya.
Dari norma dan peraturan diharapkan perilaku anti korupsi dapat terlaksana dengan baik dan mengurangi adanya tindak korupsi. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang menyelesaikan masalah, misalnya masalah pelanggaran lalu lintas atau mengurus perijinan dengan uang suap. Hal itu termasuk tindak korupsi yang melanggar hukum, yaitu, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Tujuan pendidikan anti korupsi, yaitu tindakan korupsi berkurang, sikap jujur meningkat, sikap bijaksana dalam pengelolaan dana yang telah dipercayakan oleh pemerintahan untuk dikelola oleh salah satu petinggi negara demi kesejahteraan rakyat, membawa rakyat Indonesia menuju kepembentukan sikap dan perilaku dalam hal keuangan, serta mengurangi adanya tindak korupsi yang ada di Indonesia sebagaimana pasal pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.